Fahmi Indah Lestari SH MH : Mempidanakan Pemohon SKCK, Sama Artinya Mempermasalahkan Produk Sendiri
Puruk Cahu (SPIRITNUSANTARA.COM) – Fahmi Indah Lestari., SH MH yang juga merupakan rekan Nashir selaku Penasehat Hukum terdakwa Maman, turut berargumentasi dari sudut segi pandang hukum.
Pria yang akrab disapa Fahmi itu menjelaskan terkait persoalan teknis tata cara Penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dengan merujuk kepada Peraturan Kepala Kepolisian RI (Perkapolri) Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Penerbitan SKCK.
Menurut Fahmi, SKCK adalah sebuah produk yang dimohon pemohon untuk diterbitkan, dimana dalam hal ini adalah H Maman yang saat ini duduk di kursi terdakwa. Semestinya tidak perlu sampai naik meja hijau pada Pengadilan Negeri Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah.
Menurut Fahmi, dia memberikan alasannya karena terkait dengan prosedur SKCK bilamana ada ditemukan kesalahan dari pihak pemohon, maka sesuai Pasal 18 Perkapolri Nomor 18 Tahun 2014 yakni tentang Tata Cara Penerbitan SKCK, dengan sendirinya akan diberlakukan .
“Semestinya, persoalan adanya kekeliruan ataupun kesalahan dalam penerbitan SKCK tidak sampai naik ke persidangan “ beber Fahmi.
Menurutnya, telah diatur dalam Pasal 18 Perkapolri bahwa SKCK itu masa berlakunya selama 6 bulan sejak diterbitkan, dan apabila pemohon melakukan tindak pidana dan atau ditemukan adanya data tindak pidana, maka SKCK yang sudah diterbitkan cukup akan dilakukan pencabutan dan dinyatakan tidak berlaku.
“Andaipun, jika ada kesalahan, maka bukan dengan mempidanakan seseorang yang dianggap melakukan kesalahan dalam proses penerbitan SKCK, bila demikian sama halnya melaporkan dan mempermasalahkan produk sendiri, tegas Fahmi.
Fahmi memperjeals, sesuai ketentuan Perkapolri No. 18 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penerbitan SKCK, sebagaimana ditentukan pada Pasal 12 Perkap tersebut, memberikan petunjuk tentang Prosedur Penerbitan SKCK.
“Sebelum diterbitkan SKCK bagi pemohon, sesuai Pasal 12 Perkap , ada ketentuan tahapan yang harus dilaksanakan, seperti pencatatan, identifikasi, penelitian, identifikasi baru penerbitan, Tidak ada celah sama sekali bagi (barang siapapun) sebagai semohon SKCK untuk dapat memberikan keterangan palsu dalam proses penerbitan SKCK, sepanjang dalam tahapan prosesnya dilaksanakan secara Normatif ,“ katanya.
“ Sebab, ketentuan dalam Pasal 12 itu jelas tidak memberikan ruang dan kesempatan untuk bisa melakukan kebohongan. Jadi bagaimana mungkin, Maman yang semula selaku pemohon SKCK, kini justru malah menjadi terdakwa sebagaimana Pasal 263 Ayat (1) dan Ayat (2),” katanya mempertanyakan.
Tambahnya, jika demikian dipastikan maka bisa disebut adanya kelalaian dari pihak oknum pelayan SKCK yang bertugas melayani pemohon SKCK yakni Maman (terdakwa-red) saat itu.
“Dan yang pastinya lagi, Apakah kelalaian tersebut menjadi pantas ditanggungkan justru kepada pemojo (Maman) ? Dalam hakikatnya tidak lebih dari korban akibat kelalaian oknum petugas pelayanan SKCK itu sendiri?,” kata Fahmi yang telah memiliki gelar S2 hukum itu.
Fahmi menjelaskan, bilamana terdakwa Maman itu dianggap terbukti bersalah, sudah selaiknya dan sepatutnya pula kesalahan itu tidak pantas ditanggungnya (Maman) sendiri. “Sebab kesalahan itu berkaitan erat dengan penerbitan SKCK yang bukan diperoleh Maman dengan dan atau tanpa melalui prosedur,” kata Fahmi.
Maka untuk itu, tambahnya, sudah sepantas dan sepatutnya pula para pihak oknum yang melakukan kelalaian atas penerbitan SKCK patut untuk dilakukan pengusutan dan diproses sesuai dengan Peraturan Perundang – Undangan yang berlaku.
“Kami berharap Eksepsi terdakwa Maman kiranya dapat membuka mata hati Majelis Hakim untuk secara objektif melihat dan menilai Perkara Terdakwa Maman ini, Kami meyakini akan hal itu,” Tutup Fahmi Indah Lestari, S.H.,M.H. (Al/Hb)
